Pada zaman dahulu, ada sebuah negeri yang bernama negeri Luwu yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, yang sering juga dipanggil Raja atau Datu Luwu. Datu Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik bernama Putri Tandampalik, kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak.
Pada suatu hari, Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat menjijikkan, para tabib istana yang memeriksanya mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit menular yang berbahaya. Datu Luwu pun memutuskan untuk mengasingkan anaknya, agar rakyat-rakyatnya tidak tertular. Kemudian ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.
Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. Kemudian Putri Tandampalik menamai pulau itu Pulau Wajo. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau, dan tiba-tiba ada seekor kerbau putih menghampiri dan menjilatinya. Setelah berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Sejak itu, Putri Tandampakik melarang mereka untuk menyembelih atau memakan kerbau bule karena kerbau bule telah membuatnya sembuh. Permintaan Putri Tandampalik itu pun langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang tampan. Putri Tandampalik merasa mimpi itu merupakan tanda baik baginya. Sementara jauh di Bone, saat Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik-asyik berburu ia terpisah dari rombongan Anre Guru Pakanyareng dan tersesat di hutan.
Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara binatang malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di tengah gelapnya malam, tiba-tiba ia melihat seberkas cahaya dari kejauhan. Semakin lama, pancaran cahaya itu semakin terang. Ia sangat penasaran ingin mengetahuinya, dan kemudian ia memberanikan diri untuk mencari sumber cahaya itu.
Dengan tertatih-tatih, Putra Mahkota berusaha berjalan mengikuti kaki melangkah menelusuri gelapnya malam. Akhirnya, sampailah ia di sebuah perkampungan yang ramai dengan rumah penduduk.
Setelah ia memasuki perkampungan itu, sumber cahaya itu semakin jelas terdapat di sebuah rumah yang terlihat kosong. Dengan melangkah pelan-pelan, Putra Mahkota mendekati dan memasuki rumah itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis yang cantik seperti bidadari, dan gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.
Pangeran dan sang puteri segera jatuh cinta. Namun, Putra Mahkota tidak bisa berlama-lama di Pulau Wajo karena ia harus kembali ke negerinya untuk menyelesaikan beberapa kewajibannya di Istana Bone. Setelah beberapa hari tinggal di desa itu, Putra Mahkota kembali ke negerinya. Mengetahui apa yang dialami dan dirasakan anaknya dari Anre Guru Pakanyareng, Raja Bone pun setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Saat utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya saat ia diasingkan. Putri Tandampalik mengatakan, bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima.
Putra Mahkota pun segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian dengan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu. Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut, lalu ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus.
Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Dan pada akhirnya, Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone yang dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta dan beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.